Sunday, March 17, 2013

AKU CINTA INDONESIA!

Photo by: http://the-marketeers.com/archives/the-world-is-shaking-indonesia-is-standing.html

Saya pergi ke pulau Sabang, pada tanggal 8 Maret 2013 yang lalu. Antusiasme level saya mencapai 100% dikarenakan ini adalah kesempatan pertama saya untuk bepergian keluar dari pulau Jawa. Berdebar-debar saya ingin menghirup udara Sumatera. Well, lucky me ada teman saya yang mempunyai interest yang sama, sehingga saya tidak perlu kesana seorang diri. 

Saya berada di kota Sabang selama 2 malam 3 hari. Keindahan pulau Weh membuat saya jatuh cinta. Tidak hanya itu, mendatangi Tugu 0 km Indonesia, membuat semangat saya membuncah sebagai warga negara Indonesia. Apalagi menyaksikan banyak sekali bendera Merah Putih dikibarkan oleh warga sekitar. Hati saya selalu bergetar ketika melihat bagaimana warga di Sabang mengingat bumi pertiwi Indonesia, meskipun jauh dari hingar bingar Pemerintahan di ibukota. 

Disinilah saya merasa malu sebagai warga negara yang seringkali pesimis dengan negara Indonesia, padahal saya hidup di Jawa, dimana kemajuan dan pembangunan sangat massive. Mau ngapa-ngapain gampang, fasilitas lengkap, apalagi sekarang saya bekerja di Jakarta, dimana semuanya serba ada dan mudah. Sementara, orang-orang di Sabang yang untuk mendapatkan full pasokan listrik saja susah (sering terjadi pemadaman listrik), pasokan makanan juga susah (banyaknya popmie), transportasi untuk mengangkut makanan mahal, mereka tetap bangga dan cinta Indonesia. Disinilah saya trenyuh dan kembali memikirkan apakah arti nasionalisme yang sesungguhnya. 

Saya jadi cinta Indonesia. Saya bangga menjadi warga negara Indonesia. Kekayaan alam dan juga penduduk yang luar biasa membuat saya kembali mencintai negeri ini. Bukan berarti sebelumnya saya tidak cinta, hanya saja kadarnya tidak sebesar setelah saya mengunjungi Sabang.

Setelah 3 hari di Sabang, saya bertolak menuju kota Banda Aceh dan langsung terbang kembali ke Medan. Lucky me again, di Medan saya berkesempatan untuk mengunjungi pulau Samosir ditengah-tengah Danau Toba. Waahh setelah mengunjungi Danau Toba semakin jatuh cintalah saya ke pulau Sumatera. Sampai pengen punya  suami orang Batak, biar nama belakang saya keren, seperti Situmorang, Sianturi, Butar Butar, Harahap dan lain sebagainya. hehe

Dan puncak brainstorming konsep nasionalisme ini adalah ketika saya bertemu dengan seorang teman yang berasal dari Siantar di atas pesawat yang  akan membawa kami kembali ke Jakarta. Awalnya saya memang tidak bisa duduk tenang dikarenakan AC-nya memang dingin sekali. Bolak balik saya berdiri untuk mengecek AC mana yang di arahkan ke saya, karena AC di atas kursi saya sudah mati.

Si abang Siantar yang saya temui dipesawat ini perawakan berandal sekali memang, semacam anak nakal yang tidak suka mikir.
Eh ternyata ungkapan “don’t judge the book by its cover” memang terbukti. Karena dari abang inilah konsep Nasionalisme menjadi topik berat yang menguras energi otak saya untuk berpikir.
Setelah ba bi bu basa basi layaknya berbicara dengan strangers on the plane, saya bertanyalah apa dia berasal dari Medan. Di jawablah bahwa dia berasal dari Siantar. Otak saya langsung tertuju pada perjalanan ke Danau Toba yang melewati Siantar dan juga pemandangan kota bersih yang damai dan sejuk. Akhirnya nyerocoslah saya bahwa ini adalah perjalanan pertama saya ke Sumatera, ke titik 0 km Indonesia dan sampai  pada pernyataan “saya cinta Indonesia” dan  semangat nasionalisme saya bangkit kembali.

Tak disangka ditanggapilah pernyataan saya tersebut dengan pertanyaan kembali “emang nasionalisme itu apa? Yang kaya gimana sih?”. Jujur hati saya memang nasionalisme yang saya miliki sekarang adalah pada  tahap “AKU CINTA”, “AKU BANGGA JADI ANAK INDONESIA”.
Dengan santainya si abang bilang, “kenapa si Indonesia ini ga bisa kelola negara-nya sendiri?, kenapa banyak kali  perusahaan asing yang menguasai Indonesia. Kaya sumber minyak nih ya, untuk ekplorasi dan research mencari sumber minyak itu biayanya bisa sampai dengan 5 trilyun rupiah. Itupun kalo sumbernya ditemukan dan bisa digunakan. Sekarang mana ada orang Indonesia yang mau ambil resiko untuk invest kaya gitu. Eh ini malah ada duit negara 2.5 trilyun  yang dikorupsi sama menteri-menteri. Apalah mau-nya negeri ini. Tak seperti orang luar yang mau berkorban dan ambil resiko”.
 
Waduh si abang nyerocos panjang lebar gitu saya langsung terdiam. Mikir banget. 

Kemudian saya bertanyalah dengan nada Medan yang saya pelajari selama 5 hari disana “memang kau kerja dimana bang? ke Jakarta mau kerja bang?”
“Oh aku memang bekerja di Arab, di salah satu perusahaan minyak.  Ga besar, perusahaan minyak kecil aja. Aku pusing di negeri ini. Pusing liat pemberitaan media korupsi dimana-mana yang ga henti-henti. Mending aku pergi sajalah daripada stress disini. Andai bangsa kita mandiri. Mau ngurus visa ini ke Jakarta”.

Walah, kalau begitu mah kaburlah ini ceritanya si abang. Namun alasannya pun juga tak bisa di salahkan.

“kau lihatlah itu ya, banyak kali perusahaan-perusahaan asing yang masuk ke Indonesia. Coba lah itu semua kita kelola sendiri, pasti majulah bangsa kita. Kaya research minyak ini, seharusnya semuanya orang Indonesia yang menguasai. Gitulah maksudku dengan nasionalisme. Gak cuma ngomong saja, tapi perbaikilah, miliki sendiri ini  negri kita”.

Semakin dalamlah otakku berpikir. Benar kali lah ini abang punya pemikiran. Waktu si abang ngomong konsep nasionalisme dia ini, saya langsung pengen jadi PRESIDEN! Biar ga ada lagi yang korupsi, uang negara sebanyak-banyaknya buat kepentingan rakyat. Tapi yaahh itu semua memang sulit sekali adanya. Politik, power, kekuasaan sudah sangat kompleks. Apalah dan siapalah saya.

Benar-benar ga nyangka si abang yang sangar muka berandal ini, ternyata mikirnya serius banget.
Akhirnya, setelah otak berputar-putar diskusi dengan si abang  ini, saya berdamai lah dengan otak saya dan kemungkinan2 saya menjadi pemimpin negeri ini, dimana sangat kecil kemungkinannya.

Saya bilang, “nasionalismeku mungkin memang tidak seberat yang kau pikir bang, tapi setidaknya aku CINTA dan BANGGA dengan negeriku. Aku akan mulai perubahan dari diriku sendiri. Seperti travelling keliling Indonesia dan akan mempromosikannya ke teman-teman bahwa Indonesia keindahan alamnya ga kalah kok dari negara lain. Apalah artinya jalan-jalan liat gedung-gedung, taman-taman di negara tetangga  kalo kita punya laut, gunung, langit yang tak kalah indah dari  mereka”. 
"Bolehlah kau capek dan kecewa dengan negerimu hingga harus pergi ke Arab, tapi tetap cinta Indonesia ya Bang”

2 jam Medan-Jakarta pun tidak terasa dengan diskusi abang-abang Siantar ini. Berkawan lah kami kemudian. Dan ini juga bagian dari cinta Indonesia, berkawan dengan seluruh anak negeri. Horreyy..

Inilah aku yang cinta negeriku, INDONESIA!

No comments: